A. IKATAN GURU INDONESIA (IGI)
Gagasan pendirian IGI berasal dari diskusi di mailing
list antara guru dan para praktisi pendidikan, dan dilanjutkan dengan
aksi nyata melalui pelatihan-pelatihan peningkatan kompetensi guru, dengan nama
Klub Guru Indonesia (KGI). Sambutan para guru di berbagai kota di Indonesia
nampaknya cukup baik, sehingga di mana-mana kegiatan yang diadakan KGI selalu
disambut hangat. Beberapa kota dan propinsi bahkan mulai mendirikan perwakilan
cabang/wilayah. Apresiasi yang diberikan Mendiknas, Dirjen PMPTK dan beberapa
pejabat di Kemdiknas, serta dukungan pemerintah daerah (Gubernur dan
Bupati/Walikota) setempat, makin mempercepat pertumbuhan organisasi ini.
Akhirnya, secara resmi pemerintah mengesahkan KGI sebagai
organisasi profesi guru dengan nama Ikatan Guru Indonesia (IGI), melalui
SK Depkumham Nomor AHU-125.AH.01.06.Tahun 2009, tertanggal 26 November 2009.
Sejak saat itu, semua atribut KGI, mulai dari website, logo, alamat mailing list, nama tabloid,
blog, dan lain-lain, semuanya berubah menjadi IGI.
Melalui wadah IGI, diharapkan para guru dapat mengubah dirinya sendiri tanpa
harus bergantung pada pihak lain dan sekaligus bersiap menjadi lokomotif
penggerak perubahan bagi bangsa.
Dengan motto "Sharing and Growing Together",
Ikatan Guru Indonesia akan menjadi komunitas yang tepat bagi para guru dan
siapa saja yang tertarik dan peduli pada pentingnya memajukan dunia pendidikan
dan keguruan.
Pihak lain memang dapat membantu proses perubahan tersebut. Akan
tetapi, daya dan keinginan untuk berubah itu harus datang dari diri para guru
sendiri. Telah banyak upaya pemerintah agar guru lebih kompeten dan profesional menjadi mandul justru karena keinginan untuk
berubah itu belum muncul dari diri guru sendiri. Motivasi untuk berubah harus
datang dari dalam diri guru, dan bukan karena didorong-dorong dan
dipaksa-paksa. Menjadi guru harus merupakan pilihan pribadi dan bukan karena
keterpaksaan. Oleh karena itu, para guru harus benar-benar hidup dengan
pilihannya tersebut, atau meninggalkannya sama sekali.
Prinsip ini berarti bahwa para guru haruslah 'memberi' (to share)
lebih dahulu agar ia dapat maju dan berkembang (to grow). Guru tidak
ditampilkan dalam posisi pasif (penerima) belaka namun justru dalam posisi
aktif (memberi dan berbagi dengan sesama).
Visi dan Misi
Ikatan Guru Indonesia
IGI memiliki
visi memperjuangkan mutu, profesionalisme, dan kesejahteraan guru Indonesia,
serta turut secara aktif mencerdaskan kehidupan bangsa.
Misi IGI adalah
sebagai berikut:
- Mewujudkan peningkatan mutu, profesionalisme, kesejahteraan, perlindungan profesi guru, dan pengabdian kepada masyarakat.
- Menjadi sarana dan wadah interaktif guru untuk tukar-menukar pengalaman, ide, dan berbagi dalam cara mengajar, pendekatan, metode, strategi dan teknik mengajar, serta hal-hal baru dalam dunia pendidikan.
- Memajukan pendidikan nasional, keguruan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk meningkatkan kemajuan pendidikan, mutu, profesionalisme, dan kesejahteraan guru.
B. Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI)
PGRI lahir pada 25 November 1945,
setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI
adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912,
kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan
guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman
Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari
para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar
belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa
dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB
berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang
lainnya.
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah
menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah
Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat
tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat
didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang segala
organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak
dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan
Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta.
Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas
perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan
suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar,
pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia
yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di
dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau
mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak
bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :
1. Memepertahankan dan menyempurnakan Republik
Indonesia;
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada
khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia
menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI). Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan
kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan
dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan
dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi
profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen,
dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik
Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir
PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap
tahun.
C.Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI)
Diprakarsai
oleh beberapa organisasi tenaga honorer di Indonesia, maka terbangunlah
kesepakatan membentuk wadah perjuangan pada tanggal 27 Maret 2011, yang
menghasilkan Piagam Kuningan yang kemudian dinamakan Forum Honorer Indonesia
(FHI), dimana pengertian honorer itu adalah tenaga honor yang belum mendapat
pembiayaan tetap (gaji tetap) dari pemerintah tetapi sepenuhnya tergantung
kepada kebijakan intansi tempat bertugas.
Berdasarkan hal
tersebut diatas pemerintah belum mampu melahirkan kebijakan yang dapat menjawab
persoalan tenaga honorer, dengan alasan besarnya rasio perbandingan jumlah
anggaran yang dibutuhkan untuk mengangkat tenaga honorer menjadi PNS, hal ini
menjadi ironis ketika honorer yang ada di intansi pemerintah. Kategori honorer
seperi ini memiliki peran dan fungsi yang sama dengan PNS dan keberadaannya
justru sangat banyak dan atau belum tersentuh oleh kebijakan pemerintah.
Ironis lagi
ketika dalam pelaksanaan tugasnya, honorer dituntut untuk selalu hadir karena
ketidak hadiran berarti kehilangan pendapatan. Pada posisi itu keberadaan honorer
tidak berbeda dengan kuli harian yang memiliki harga yang sangat murah dibawah
Upah Minimum Regional (UMR). Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh PP 48 yang
memuat pengertian bahwa honorer adalah tenaga yang diangkat oleh pejabat Pembina
kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintah untuk melaksanakan tugas
tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban
anggaran pendapatan dan belanja Negara atau anggaran pendapatan daerah. (Versi
PP 48 Tahun 2005 Pasal 1).
Tugas tenaga honorer
mempunyai beban dan tanggung jawab yang sama untuk memajukan dan mempertahankan
NKRI, kiranya tidak berlebihan jika pemerintah membuat sebuah kebijakan yang
dapat memberikan konstribusi terhadap nasib, karier dan kesejahteraan pada
tenaga honorer. Sejauh ini penghasilan tenaga honorer masih berkisar Rp.
50.000,- s.d Rp. 350.000, hal ini masih jauh dari UMR bahkan jauh dibawah
Anggota Dewan, Menteri, dan PNS.
Mengingat
banyaknya permasalahan yang dihadapi tenaga honorer, maka kami menghimpun diri
dalam Forum Honorer Indonesia guna menyatukan visi dan misi untuk memberikan
masukan pada pemerintah dalam membuat kebijakan, khususnya menyangkut tenaga
honorer.
Visi Forum Honorer Indonesia
“Terwujudnya profesionalisme tenaga honorer
diinstansi Pemerintah”
Misi
Forum Honorer Indonesia
· Mewujudkan
persatuan Honorer
· Memperjuangkan
kesejahteraan dan status kepegawaian honorer
· Menuntaskan 100
% honorer menjadi PNS.
Motto Forum Honorer Indonesia
“ Satukan Hati Bulatkan Tekad Bangun
Kebersamaan “
Strategi Forum Honorer Indonesia
1.
Menjadikan FHI sebagai wadah Demokrasi koordinatif
sekaligus sebagai wahana pertukaran informasi bagi anggota
2.
Mencari / menciptakan berbagai peluang dan
kemungkinan upaya peningkatan kualitas hidup dan kadar intelektualitas,
menumbuhkan jiwa pengabdian dan merangsang sense of responsibility dikalangan
anggota pada khsususnya dan pada kalangan guru pada umumnya.
3.
Secara pro aktif membantu pemerintah dalam
menetapkan kebijakan pemerintah.
4.
Melakukan aliansi strategis dengan lembaga lain
yang memiliki kepentingan yang sama untuk pemberdayaan secara umum.
Program
Forum Honorer Indonesia
1.
Sejauh ini perjuangan organisasi diarahkan pada
upaya merubah status kepegawaian dari pegawai tidak tetap (guru honorer non APBN/APBD)
menjadi pegawai negri sipil (PNS).
2.
Disamping itu, FHI memiliki program kerja yang
bersifat umum antara lain:
·
Berpartisipasi aktif dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan, dan pelayanan masyarakat.
·
Membantu dan membina anggota dalam meningkatkan
taraf dan kwalitas hidup dari segi ekonomi maupun intelektual dan
profesionalisme.
·
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM)
dalam memelihara, mengamalkan dan mengembangkan ilmu-ilmu yang berbasis
kompetensi.
·
Membuat aturan perlindungan kesehatan,
keselamatan jiwa dan bantuan hukum melalui kerjasama dengan kembaga yang
berkompeten.
·
Menjalin kerjasama dengan organisasi lain baik
ditingkat regional, nasional maupun internasional untuk meningkatkan kualitas
keilmuan kepada masyarakat.
·
Sosialisasi kebijakan pemerintah.
·
Berupaya meningkatkan status kepegawaian dan
profesionalisme.
D. Federasi Guru Independen Indonesia
(FGII)
FGII adalah Federasi Guru Independen Indonesia, yang di
deklarasikan oleh berbagai guru dan juga organisasi-organisasi guru yang berasal
dari seluruh Indonesia pada tanggal 17 Januari 2002. Organisasi ini diharapkan
menjadi sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membebaskan guru serta
anak didik dari pembodohan secara struktural, keterkungkungan bagi profesinya,
maka sudah saatnyalah di era reformasi sekarang guru harus bangkit untuk
menjadi “Sang Pembebas” dan menjadikan pendidikan sebagai wahana pencerahan dan
pembebasan, sehingga pendidikan tidak lagi menjadi tempat pembodohan dan
pengkerdilan ilmu pengetahuan, melainkan sebagai wahana pengembangan diri siswa
dan guru secara profesional, mandiri, kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab.
Untuk itu adalah penting kehadiran Organisasi Guru yang Independen dan bebas
dari campur tangan negara/pemerintah.
Federasi Guru
Independen Indonesia (FGII), yang diketuai oleh Bapak Suparman (seingat saya
beliau adalah guru SD, tapi saya tidak tahu SD apa dan dimana). FGII acap kali
tampil di media, dengan pernyataan-pernyataan Suparman yang mengkritik UN atau
upaya advokasi terhadap guru-guru yang dimarjinalkan. Pengurus FGII juga telah
tersebar di beberapa wilayah Indonesia. FGII sering melontarkan kritik terhadap
kebijakan pendidikan dan vokal untuk pengadvokasian bagi guru yang
dipinggirkan. Seperti terkait pengangkatan guru honorer, tunjangan dan dikotomi
guru negeri dan swasta.
E. Persatuan Guru
Madrasah Indonesia (PGMI)
PGM di bentuk
pada tanggal 23 Juli 2008 di Jakarta serta dideklarasikan pada tanggal 24 Juli
2008 di Aula Pandansari, Cibubur Jakarta dengan dihadiri oleh 1.260 guru madrasah
yang berasal dari 12 Provinsi dan 26 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa
Barat dan DKI Jakarta.
PGM lahir atas
prakarsa PGM Jawa Barat, dan PGM Jawa Barat dilahirkan atas inisiatif dari PGM
Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, PGMPAI Kota Bogor, PGMRI Kota Depok, PGM
Kabupaten Bogor pada saat kondisi guru madrasah tidak sebaik guru-guru yang ada
disekolah pada umumnya, hal ini terbukti dengan adanya perlakuan diskriminatif
terhadap guru madrasah oleh masyarakat maupun pemerintah, antara lain ketika para
guru di sekolah umum mendapatkan THR, tunjangan kesehatan, tunjangan
kesejahteraan yang bersumber dari APBD sementara guru madrasah tidak
mendapatkan hal tersebut, serta tidak proporsional dan tidak adilnya ketika
kuota bantuan terhadap sarana prasarana pendidikan digulirkan.
Agar keberadaan
PGM lebih diakui oleh berbagai pihak, maka atas inisiatif DPW PGM Jawa Barat,
DKI Jakarta dan Banten diadakanlah Musyawarah Nasional Guru Madrasah pada
tanggal 23-24 Juli 2008 di Taman Wiladatika Cibubur, Jakarta dengan
menghasilkan beberapa keputusan antara lain berdirinya Organisasi Profesi Guru
Madrasah yaitu PGM, AD dan ART PGM, Ketua Umum DPP PGM yaitu Prof. Dr. H. Abdul
Majid, MA (Guru Besar Pengkajian Islam UPI Bandung/Ketua Umum FK-KBIH/Team
Assesor BAN PT Depdiknas/Konsultan di Direktur PAIS Dirjen PENDIS Departemen
Agama RI).
Masalah lain
yang dihadapi oleh guru madrasah adalah kurangnya kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia/guru
madrasah, hal ini pula yang menyebabkan PGM berdiri dan bangkit untuk
memperjuangkan kualitas dan kesejahteraan guru madrasah. Dalam perkembangannya
kegiatan PGM telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut,
antara lain beraudiensi dengan Bapak Wakil Presiden (Bpk. BJ. Habibie, ketika
itu), Komisi III DPR-RI, Komisi VIII DPR-RI, Komisi X DPR-RI, Bapak Menteri
Agama, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Memang harus diakui bahwa
hasil dari upaya tersebut masih belum maksimal.
Dalam
perkembangan selanjutnya dibeberapa provinsi terutama di Jawa Barat, kegiatan
PGM sungguh sudah dapat dirasakan manfaatnya oleh guru madrasah sebagai
anggotanya. Hal ini dapat dilihat dengan berbagai kegiatan yang dalam
pelaksanaannya bersinergi dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta,
antara lain dengan Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, Dewan Pendidikan, Harian Pikiran Rakyat, axioo, dan sebagainya
dalam bentuk kegiatan seminar pendidikan, pendidikan dan pelatihan bagi guru
madrasah, diskusi ilmiah, bahkan mengupayakan adanya bantuan dari pemerintah
dalam pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di madrasah.
Dan, hal yang
paling menggembirakan kegiatan PGM di Jawa Barat tidak hanya ditingkat
provinsi, tetapi juga ditingkat Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, antara lain
dengan mengadakan kegiatan sebagaimana ditingkat provinsi, selain itu adanya
insentif untuk guru madrasah yang bersumber dari APBD kabupaten/Kota yang
merupakan buah dari upaya PGM Indonrsia.
VISI
“Mewujudkan guru madrasah yang berkualitas,
sejahtera, dan bermartabat.”
MISI
1.
Meningkatkan Budaya Kerja Guru madrasah yang
kreatif, inovatif, produktif, dan bertanggung jawab.
2.
Meningkatkan kualitas Pendidikan di Madrasah
3.
Mengoptimalkan pembelajaran secara kompetitif
dalam berbagai kegiatan.
4.
Membangun kerjasama yang baik dengan pihak
terkait baik langsung maupun tidak langsung.
5.
Menempatkan diri guru madrasah sebagai uswatun
hasanah
Tujuan
Meningkatkan kualitas madrasah secara umum dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia/guru pada khususnya serta meningkatkan
kesejahteraan guru baik lahir maupun bathin. Madrasah dan guru madrasah adalah
dua pilar utama yang menjadi ruh berdirinya PERKUMPULAN GURU MADRASAH INDONESIA
sekaligus sebagai landasan perjuangannya.
F. Federasi Serikat
Guru Indonesia (FSGI)
Federasi
Serikat Guru Indonesia (FSGI) adalah organisasi
profesi guru tingkat nasional
yang sudah berbadan hukum dan di dirikan oleh para guru pada 23 Januari 2011. FSGI beberbentuk
federasi sehingga anggota di level
nasional adalah organisasi guru lokal/daerah. Sedangkan organisasi guru lokal
beranggotakan individu-individu. FSGI
dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal
(Sekjen) yang dijabat Retno Listyarti.
Dalam menjalankan tugasnya Sekjen dibantu oleh seorang wakil Sekjen
(Fahriza Tanjung) dan empat (4) orang
Presidium, yaitu Guntur Ismail, Ginandjar Hambali, H. Oban dan Herialdi.
Pendirian FSGI
dilatarbelakangi oleh sebuah pertemuan nasional di hotel Bumi Wiyata Depok pada
21-23 Januari 2011 yang dihadiri perwakilan 14 organisasi guru daerah.
Pertemuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan Kongres FSGI pada 30 Juni – 2
Juli 2011. Kongres Nasional FSGI kemudian menetapkan bahwa 8 organisasi daerah
yang hadir dalam Kongres itu secara otomatis menjadi pendiri dan anggota FSGI.
Kedelapan organisasi guru daerah tersebut adalah Forum Musyawarah Guru Jakarta
(FMGJ), Serikat Guru Indonesia Medan (SeGI Medan), Serikat Guru Tangerang (SGT), Serikat Guru Kota Tangerang (SIGAT), Serikat Guru
Serang (SGS), Serikat Guru Lebak (SeGeL), Forum Diskusi Guru Pandeglang
(FDGP), dan Aliansi Perjuangan Guru
Purwakarta (APG).
Saat ini FSGI
terus menambah jumlah anggotanya. Saat ini beberapa organisasi guru daerah
mendaftarkn diri bergabung dengan FSGI, yaitu : (1) Serikat Guru Brebes (SBS);
(2) Serikat Guru Muna (SGM); (3) Serikat Guru Sumenep; (3) Serikat Guru
Indonesia Langkat; (4) Serikat Guru Indonesia Deli Serdang; (5) Serikat Guru
Batam; (6) Serikat Guru Flores; (7) Serikat Guru Papua Barat; (8) Forum Guru
Indragiri Hilir; (9) Serikat Guru Banjarmasin; (10) Serikat Guru Bogor; (11),
Forum Guru Bersertifikat Pendidik Jambi; dan (12) Serikat Guru Bukit Tinggi.
FSGI berkantor
pusat di Apartemen Gading Icon tower C lantai 11 nomor 15, Jl. Perintis
Kemerdekaan Jakarta Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar