Rabu, 17 Juni 2015

Organisasi Guru di Indonesia




A. IKATAN GURU INDONESIA (IGI)
Gagasan pendirian IGI berasal dari diskusi di mailing list antara guru dan para praktisi pendidikan, dan dilanjutkan dengan aksi nyata melalui pelatihan-pelatihan peningkatan kompetensi guru, dengan nama Klub Guru Indonesia (KGI). Sambutan para guru di berbagai kota di Indonesia nampaknya cukup baik, sehingga di mana-mana kegiatan yang diadakan KGI selalu disambut hangat. Beberapa kota dan propinsi bahkan mulai mendirikan perwakilan cabang/wilayah. Apresiasi yang diberikan Mendiknas, Dirjen PMPTK dan beberapa pejabat di Kemdiknas, serta dukungan pemerintah daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) setempat, makin mempercepat pertumbuhan organisasi ini.
Akhirnya, secara resmi pemerintah mengesahkan KGI sebagai organisasi profesi guru dengan nama Ikatan Guru Indonesia (IGI), melalui SK Depkumham Nomor AHU-125.AH.01.06.Tahun 2009, tertanggal 26 November 2009. Sejak saat itu, semua atribut KGI, mulai dari website, logo, alamat mailing list, nama tabloid, blog, dan lain-lain, semuanya berubah menjadi IGI. Melalui wadah IGI, diharapkan para guru dapat mengubah dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada pihak lain dan sekaligus bersiap menjadi lokomotif penggerak perubahan bagi bangsa.
Dengan motto "Sharing and Growing Together", Ikatan Guru Indonesia akan menjadi komunitas yang tepat bagi para guru dan siapa saja yang tertarik dan peduli pada pentingnya memajukan dunia pendidikan dan keguruan.
Pihak lain memang dapat membantu proses perubahan tersebut. Akan tetapi, daya dan keinginan untuk berubah itu harus datang dari diri para guru sendiri. Telah banyak upaya pemerintah agar guru lebih kompeten dan profesional menjadi mandul justru karena keinginan untuk berubah itu belum muncul dari diri guru sendiri. Motivasi untuk berubah harus datang dari dalam diri guru, dan bukan karena didorong-dorong dan dipaksa-paksa. Menjadi guru harus merupakan pilihan pribadi dan bukan karena keterpaksaan. Oleh karena itu, para guru harus benar-benar hidup dengan pilihannya tersebut, atau meninggalkannya sama sekali.
Prinsip ini berarti bahwa para guru haruslah 'memberi' (to share) lebih dahulu agar ia dapat maju dan berkembang (to grow). Guru tidak ditampilkan dalam posisi pasif (penerima) belaka namun justru dalam posisi aktif (memberi dan berbagi dengan sesama).
Visi dan Misi Ikatan Guru Indonesia
IGI memiliki visi memperjuangkan mutu, profesionalisme, dan kesejahteraan guru Indonesia, serta turut secara aktif mencerdaskan kehidupan bangsa.
Misi IGI adalah sebagai berikut:
  1. Mewujudkan peningkatan mutu, profesionalisme, kesejahteraan, perlindungan profesi guru, dan pengabdian kepada masyarakat.  
  2. Menjadi sarana dan wadah interaktif guru untuk tukar-menukar pengalaman, ide, dan berbagi dalam cara mengajar, pendekatan, metode, strategi dan teknik mengajar, serta hal-hal baru dalam dunia pendidikan.     
  3. Memajukan pendidikan nasional, keguruan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.     
  4. Menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk meningkatkan kemajuan pendidikan, mutu, profesionalisme, dan kesejahteraan guru.
B.  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan.  Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan  Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :
1.   Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;
2.   Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
3.    Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.

C.Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI)

Diprakarsai oleh beberapa organisasi tenaga honorer di Indonesia, maka terbangunlah kesepakatan membentuk wadah perjuangan pada tanggal 27 Maret 2011, yang menghasilkan Piagam Kuningan yang kemudian dinamakan Forum Honorer Indonesia (FHI), dimana pengertian honorer itu adalah tenaga honor yang belum mendapat pembiayaan tetap (gaji tetap) dari pemerintah tetapi sepenuhnya tergantung kepada kebijakan intansi tempat bertugas.
Berdasarkan hal tersebut diatas pemerintah belum mampu melahirkan kebijakan yang dapat menjawab persoalan tenaga honorer, dengan alasan besarnya rasio perbandingan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk mengangkat tenaga honorer menjadi PNS, hal ini menjadi ironis ketika honorer yang ada di intansi pemerintah. Kategori honorer seperi ini memiliki peran dan fungsi yang sama dengan PNS dan keberadaannya justru sangat banyak dan atau belum tersentuh oleh kebijakan pemerintah.
Ironis lagi ketika dalam pelaksanaan tugasnya, honorer dituntut untuk selalu hadir karena ketidak hadiran berarti kehilangan pendapatan. Pada posisi itu keberadaan honorer tidak berbeda dengan kuli harian yang memiliki harga yang sangat murah dibawah Upah Minimum Regional (UMR). Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh PP 48 yang memuat pengertian bahwa honorer adalah tenaga yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja Negara atau anggaran pendapatan daerah. (Versi PP 48 Tahun 2005 Pasal 1).
Tugas tenaga honorer mempunyai beban dan tanggung jawab yang sama untuk memajukan dan mempertahankan NKRI, kiranya tidak berlebihan jika pemerintah membuat sebuah kebijakan yang dapat memberikan konstribusi terhadap nasib, karier dan kesejahteraan pada tenaga honorer. Sejauh ini penghasilan tenaga honorer masih berkisar Rp. 50.000,- s.d Rp. 350.000, hal ini masih jauh dari UMR bahkan jauh dibawah Anggota Dewan, Menteri, dan PNS.
Mengingat banyaknya permasalahan yang dihadapi tenaga honorer, maka kami menghimpun diri dalam Forum Honorer Indonesia guna menyatukan visi dan misi untuk memberikan masukan pada pemerintah dalam membuat kebijakan, khususnya menyangkut tenaga honorer.
Visi Forum Honorer Indonesia
“Terwujudnya profesionalisme tenaga honorer diinstansi Pemerintah”
 Misi Forum Honorer Indonesia
·    Mewujudkan persatuan Honorer
·    Memperjuangkan kesejahteraan dan status kepegawaian honorer
·    Menuntaskan 100 % honorer menjadi PNS.
Motto Forum Honorer Indonesia
“ Satukan Hati Bulatkan Tekad Bangun Kebersamaan “
Strategi Forum Honorer Indonesia
1.    Menjadikan FHI sebagai wadah Demokrasi koordinatif sekaligus sebagai wahana pertukaran informasi bagi anggota
2.    Mencari / menciptakan berbagai peluang dan kemungkinan upaya peningkatan kualitas hidup dan kadar intelektualitas, menumbuhkan jiwa pengabdian dan merangsang sense of responsibility dikalangan anggota pada khsususnya dan pada kalangan guru pada umumnya.
3.    Secara pro aktif membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan pemerintah.
4.    Melakukan aliansi strategis dengan lembaga lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk pemberdayaan secara umum.
 Program Forum Honorer Indonesia
1.    Sejauh ini perjuangan organisasi diarahkan pada upaya merubah status kepegawaian dari pegawai tidak tetap (guru honorer non APBN/APBD) menjadi pegawai negri sipil (PNS).
2.    Disamping itu, FHI memiliki program kerja yang bersifat umum antara lain:
·   Berpartisipasi aktif dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, dan pelayanan masyarakat.
·   Membantu dan membina anggota dalam meningkatkan taraf dan kwalitas hidup dari segi ekonomi maupun intelektual dan profesionalisme.
·   Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) dalam memelihara, mengamalkan dan mengembangkan ilmu-ilmu yang berbasis kompetensi.
·   Membuat aturan perlindungan kesehatan, keselamatan jiwa dan bantuan hukum melalui kerjasama dengan kembaga yang berkompeten.
·   Menjalin kerjasama dengan organisasi lain baik ditingkat regional, nasional maupun internasional untuk meningkatkan kualitas keilmuan kepada masyarakat.
·   Sosialisasi kebijakan pemerintah.
·   Berupaya meningkatkan status kepegawaian dan profesionalisme.

D.  Federasi Guru Independen Indonesia (FGII)

FGII adalah Federasi Guru Independen Indonesia, yang di deklarasikan oleh berbagai guru dan juga organisasi-organisasi guru yang berasal dari seluruh Indonesia pada tanggal 17 Januari 2002. Organisasi ini diharapkan menjadi sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membebaskan guru serta anak didik dari pembodohan secara struktural, keterkungkungan bagi profesinya, maka sudah saatnyalah di era reformasi sekarang guru harus bangkit untuk menjadi “Sang Pembebas” dan menjadikan pendidikan sebagai wahana pencerahan dan pembebasan, sehingga pendidikan tidak lagi menjadi tempat pembodohan dan pengkerdilan ilmu pengetahuan, melainkan sebagai wahana pengembangan diri siswa dan guru secara profesional, mandiri, kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab. Untuk itu adalah penting kehadiran Organisasi Guru yang Independen dan bebas dari campur tangan negara/pemerintah.
Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), yang diketuai oleh Bapak Suparman (seingat saya beliau adalah guru SD, tapi saya tidak tahu SD apa dan dimana). FGII acap kali tampil di media, dengan pernyataan-pernyataan Suparman yang mengkritik UN atau upaya advokasi terhadap guru-guru yang dimarjinalkan. Pengurus FGII juga telah tersebar di beberapa wilayah Indonesia. FGII sering melontarkan kritik terhadap kebijakan pendidikan dan vokal untuk pengadvokasian bagi guru yang dipinggirkan. Seperti terkait pengangkatan guru honorer, tunjangan dan dikotomi guru negeri dan swasta.

E. Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI)

PGM di bentuk pada tanggal 23 Juli 2008 di Jakarta serta dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2008 di Aula Pandansari, Cibubur Jakarta dengan dihadiri oleh 1.260 guru madrasah yang berasal dari 12 Provinsi dan 26 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta.
PGM lahir atas prakarsa PGM Jawa Barat, dan PGM Jawa Barat dilahirkan atas inisiatif dari PGM Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, PGMPAI Kota Bogor, PGMRI Kota Depok, PGM Kabupaten Bogor pada saat kondisi guru madrasah tidak sebaik guru-guru yang ada disekolah pada umumnya, hal ini terbukti dengan adanya perlakuan diskriminatif terhadap guru madrasah oleh masyarakat maupun pemerintah, antara lain ketika para guru di sekolah umum mendapatkan THR, tunjangan kesehatan, tunjangan kesejahteraan yang bersumber dari APBD sementara guru madrasah tidak mendapatkan hal tersebut, serta tidak proporsional dan tidak adilnya ketika kuota bantuan terhadap sarana prasarana pendidikan digulirkan.
Agar keberadaan PGM lebih diakui oleh berbagai pihak, maka atas inisiatif DPW PGM Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten diadakanlah Musyawarah Nasional Guru Madrasah pada tanggal 23-24 Juli 2008 di Taman Wiladatika Cibubur, Jakarta dengan menghasilkan beberapa keputusan antara lain berdirinya Organisasi Profesi Guru Madrasah yaitu PGM, AD dan ART PGM, Ketua Umum DPP PGM yaitu Prof. Dr. H. Abdul Majid, MA (Guru Besar Pengkajian Islam UPI Bandung/Ketua Umum FK-KBIH/Team Assesor BAN PT Depdiknas/Konsultan di Direktur PAIS Dirjen PENDIS Departemen Agama RI).
Masalah lain yang dihadapi oleh guru madrasah adalah kurangnya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia/guru madrasah, hal ini pula yang menyebabkan PGM berdiri dan bangkit untuk memperjuangkan kualitas dan kesejahteraan guru madrasah. Dalam perkembangannya kegiatan PGM telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut, antara lain beraudiensi dengan Bapak Wakil Presiden (Bpk. BJ. Habibie, ketika itu), Komisi III DPR-RI, Komisi VIII DPR-RI, Komisi X DPR-RI, Bapak Menteri Agama, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Memang harus diakui bahwa hasil dari upaya tersebut masih belum maksimal.
Dalam perkembangan selanjutnya dibeberapa provinsi terutama di Jawa Barat, kegiatan PGM sungguh sudah dapat dirasakan manfaatnya oleh guru madrasah sebagai anggotanya. Hal ini dapat dilihat dengan berbagai kegiatan yang dalam pelaksanaannya bersinergi dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta, antara lain dengan Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Dewan Pendidikan, Harian Pikiran Rakyat, axioo, dan sebagainya dalam bentuk kegiatan seminar pendidikan, pendidikan dan pelatihan bagi guru madrasah, diskusi ilmiah, bahkan mengupayakan adanya bantuan dari pemerintah dalam pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di madrasah.
Dan, hal yang paling menggembirakan kegiatan PGM di Jawa Barat tidak hanya ditingkat provinsi, tetapi juga ditingkat Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, antara lain dengan mengadakan kegiatan sebagaimana ditingkat provinsi, selain itu adanya insentif untuk guru madrasah yang bersumber dari APBD kabupaten/Kota yang merupakan buah dari upaya PGM Indonrsia.
VISI
“Mewujudkan guru madrasah yang berkualitas, sejahtera, dan bermartabat.”
MISI
1.    Meningkatkan Budaya Kerja Guru madrasah yang kreatif, inovatif, produktif, dan bertanggung jawab.
2.    Meningkatkan kualitas Pendidikan di Madrasah
3.    Mengoptimalkan pembelajaran secara kompetitif dalam berbagai kegiatan.
4.    Membangun kerjasama yang baik dengan pihak terkait baik langsung maupun tidak langsung.
5.    Menempatkan diri guru madrasah sebagai uswatun hasanah
Tujuan
Meningkatkan kualitas madrasah secara umum dan peningkatan kualitas sumber daya manusia/guru pada khususnya serta meningkatkan kesejahteraan guru baik lahir maupun bathin. Madrasah dan guru madrasah adalah dua pilar utama yang menjadi ruh berdirinya PERKUMPULAN GURU MADRASAH INDONESIA sekaligus sebagai landasan perjuangannya.
F.  Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) adalah organisasi  profesi  guru tingkat nasional yang sudah berbadan hukum dan di dirikan oleh para guru  pada 23 Januari 2011. FSGI beberbentuk federasi sehingga  anggota di level nasional adalah organisasi guru lokal/daerah. Sedangkan organisasi guru lokal beranggotakan individu-individu.  FSGI dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal  (Sekjen) yang dijabat Retno Listyarti.  Dalam menjalankan tugasnya Sekjen dibantu oleh seorang wakil Sekjen (Fahriza Tanjung)  dan empat (4) orang Presidium, yaitu Guntur Ismail, Ginandjar Hambali, H. Oban dan Herialdi.
Pendirian FSGI dilatarbelakangi oleh sebuah pertemuan nasional di hotel Bumi Wiyata Depok pada 21-23 Januari 2011 yang dihadiri perwakilan 14 organisasi guru daerah. Pertemuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan Kongres FSGI pada 30 Juni – 2 Juli 2011. Kongres Nasional FSGI kemudian menetapkan bahwa 8 organisasi daerah yang hadir dalam Kongres itu secara otomatis menjadi pendiri dan anggota FSGI. Kedelapan organisasi guru daerah tersebut adalah Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), Serikat Guru Indonesia Medan (SeGI Medan),  Serikat Guru Tangerang (SGT), Serikat  Guru Kota Tangerang (SIGAT), Serikat Guru Serang (SGS), Serikat Guru Lebak (SeGeL), Forum Diskusi Guru Pandeglang (FDGP),  dan Aliansi Perjuangan Guru Purwakarta (APG).
Saat ini FSGI terus menambah jumlah anggotanya. Saat ini beberapa organisasi guru daerah mendaftarkn diri bergabung dengan FSGI, yaitu : (1) Serikat Guru Brebes (SBS); (2) Serikat Guru Muna (SGM); (3) Serikat Guru Sumenep; (3) Serikat Guru Indonesia Langkat; (4) Serikat Guru Indonesia Deli Serdang; (5) Serikat Guru Batam; (6) Serikat Guru Flores; (7) Serikat Guru Papua Barat; (8) Forum Guru Indragiri Hilir; (9) Serikat Guru Banjarmasin; (10) Serikat Guru Bogor; (11), Forum Guru Bersertifikat Pendidik Jambi; dan (12) Serikat Guru Bukit Tinggi.
FSGI berkantor pusat di Apartemen Gading Icon tower C lantai 11 nomor 15, Jl. Perintis Kemerdekaan Jakarta Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar